Senin, September 15, 2014

EFEKTIVITAS PENGGUNAAN SCREEN PADA RADIOGRAFI

A.          Tujuan Percobaan
Untuk membandingkan hasil citra radiografi dengan menggunakan kaset yang dilengkapi IS (Intensifying Screen) dan kaset tanpa IS (Non-Intensifying Screen).

B.          Persiapan Alat
1.    Kaset “Agfa” ukuran 18 x 24 cm (dilengkapi IS).
2.    Kaset “Kodak” ukuran 18 x 24 cm (Non IS).
3.    Film “Agfa” ukuran 18 x 24 cm.
4.    Marker R.
5.    Labelling.
6.    Hanger. 
7.    Stopwatch.
8.    Phantom Manus.
9.    Pesawat Allengers 60 mA
 10. Processing Manual (Developer, Fixer dan Air).

C.          Cara Kerja
1.  Siapkan 1 buah kaset ukuran 18 x 24 cm yang dilengkapi dengan IS (Intensifying Screen) dan 1 buah kaset ukuran 18 x 24 cm yang tanpa IS (Non-Intensifying Screen).
2.  Siapkan film ukuran 18 x 24 cm sebanyak 2 lembar.
3.  Proses pengisian setiap film ke dalam kaset (1 film untuk 1 kaset) dilakukan di dalam kamar gelap.
4.  Pesawat rontgen “Allengers” dihidupkan.
5.  Siapkan phantom manus (dextra) dan letakkan diatas meja pemeriksaan.

D.          Teknik Pemeriksaan Wrist Joint
1.    Pada kaset yang dilengkapi dengan IS (Intensifying Screen)
a.    Persiapkan kaset yang dilengkapi dengan IS (Intensifying Screen) diatas meja pemeriksaan.
b.    Atur tabung rontgen diatas meja pemeriksaan dan atur berkas sinar pada pertengahan meja pemeriksaan.
c.    Posisi Phantom:  Letakan phantom manus diatas kaset, di bawah tabung rontgen.
d.   Posisi Objek:   Atur wrist joint pada posisi PA di pertengahan kaset.

e.   Letakan marker R pada wrist joint yang di foto.
               f. Atur faktor eksposi dan penyinaran:
KV: 45; mAs: 4,8; FFD:  90 cm; CR: Vertical, tegak lurus film. CP:    Tepat di pertengahan wrist joint. 
g.    Dilakukan eksposi, setelah itu kaset dibawa ke kamar gelap untuk dilakukan proses pencucian film (secara manual).
h.    Waktu yang ditentukan selama proses pencucian film (secara manual): Developping Time: 43 detik. Fixing Time: 1 menit 20 detik.

1.    Pada kaset tanpa IS (Non-Intensifying Screen)
a.    Persiapkan kaset tanpa IS (Non-Intensifying Screen) diatas meja pemeriksaan.
b.    Atur tabung rontgen diatas meja pemeriksaan dan atur berkas sinar pada pertengahan meja pemeriksaan.
c.    Posisi Phantom: Letakan phantom manus diatas kaset, dibawah tabung rontgen.
d.   Posisi Objek: Atur  wrist joint pada posisi PA di pertengahan kaset.
e.    Letakan marker R pada wrist joint yang di foto. 

f.    Atur faktor eksposi dan penyinaran :
KV:  45; mAs: 4,8; FFD: 90 cm; CR: Vertical, tegak lurus film; CP:    Tepat di pertengahan wrist joint. 
g.    Dilakukan eksposi, setelah itu kaset dibawa ke kamar gelap untuk dilakukan proses pencucian film (secara manual).
h.    Waktu yang ditentukan selama proses pencucian film (secara manual): Developping Time: 2 menit 4 detik. Fixing Time: 1 menit 20 detik.

E.          Hasil
1.             Pada kaset yang dilengkapi dengan IS


a.    Tampak hasil gambaran radiografi wrist joint proyeksi PA pada pertengahan film.
b.    Tampak marker R tervisualisasi di samping objek.
c.    Luas lapangan kolimasi cukup.
d.   Densitas dan kontras tampak cukup.
e.    Tampak radiasi hambur.

2.             Pada Kaset tanpa IS (Non IS)

a.    Tidak tampak hasil gambaran radiografi.
b.    Tidak tampak kontras dan densitas
c.    Tampak Labelling.

F.          Pembahasan
Intensifying screen (IS) merupakan lembaran tipis yang mengandung unsur fluorosen seperti kalsium tungstat atau barium sulfat dan berfungsi untuk mengubah radiasi sinar-x dengan gelombang yang pendek menjadi radiasi gelombang panjang (cahaya tampak) yang akan mudah diserap oleh emulsi film untuk membentuk bayangan latent. Ketika memasang film pada kaset, film diletakkan di antara kedua IS yang terdapat di dalam kaset tersebut. Sinar-x yang sampai ke kaset akan di ubah oleh IS menjadi cahaya tampak. Cahaya tampak akan memendar dan menghasilkan bayangan latent pada film.
IS sangat penting dalam pencintraan radiografi karena efek fluorosen yang dihasilkan mampu membuat bayangan laten pada film. Kontras dan densitas pada film dengan IS akan lebih tinggi dibanding film tanpa IS karena emulsi film tidak terlalu baik saat menangkap sinar-x secara langsung dibanding sinar-x yang telah diubah oleh IS menjadi cahaya tampak.
Ketika digunakan kaset tanpa IS, sinar-x yang sampai di kaset akan langsung mengenai film. Sensitifitas IS terhadap sinar-x tidak lebih baik dengan sensitifitas IS saat terkena cahaya tampak sehingga saat film langsung terkena sinar-x, bayangan latent yang dihasilkan tidak terlalu bagus. Titik – titik tersebut terletak seperti di bawah ini:
Gambar 1. Daerah titik ukur dari percobaan
Perbedaan densitas antara film dengan IS dan film tanpa IS dapat dibandingkan dengan penghitungan menggunakan densitometri. Bila dilihat dalam bentuk grafik maka hasilnya sebagai berikut:
Gambar 2. Grafik perbandingan densitas DDIS dan DTIS

DDIS:   Densitas Dengan Intensifying Screen. DTIS: Densitas Tanpa Intensifying Screen. Data yang dihasilkan dari titik di atas adalah seperti tabel di atas:

Titik 1
Titik 2
Titik 3
Titik 4
Titik 5
Titik 6
Titik 7
Titik 8
Titik 9
Titik 10
Rata-rata
DDIS
0,46
0,67
0,90
0,71
1,57
1,10
0,96
1,47
1,14
2,29
1,127
DTIS
0,45
0,48
0,56
0,52
0,55
0,57
0,56
0,55
0,56
0,54
0,534

KETERANGAN         
Kami melakukan data penghitungan dengam menggunakan densitometri, pada film dengan IS dan film tanpa IS. Data yang diambil diarahkan pada 10 titik yang berbeda pada satu film namun sama untuk kedua film. Dari grafik di atas dapat terlihat bahwa DDIS (Densitas film Dengan IS) lebih tinggi dibanding DTIS (Densitas film Tanpa IS).

G.          Kesimpulan
          Dari percobaan yang telah kami lakukan, kami menyimpulkan bahwa pemeriksaan radiografi dengan menggunakan kaset yang dilengkapi IS lebih efektif daripada menggunakan kaset tanpa IS. Hal ini dapat dilihat dari lebih tinggi-nya nilai densitas dari film yang menggunakan kaset dengan IS dibanding nilai densitas film yang lebih rendah ketika menggunakan kaset tanpa IS.

 Referensi 
1.    Bontrager L. K., Lampignano P.J., 2005, Radiographic Positioning and Related Anatomy, ed 6. St. Louis, CV. Mosby.
2.    Carlton, R.R.,1992,  Principle of Radiographic Imaging, New York,  Delmar Publisher Inc. © 2014




Tidak ada komentar: